Tayangan halaman minggu lalu

Jumat, 10 Desember 2010

Diantara Rinai Hujan

Diantara rinai hujan, kutemukan dirimu menyendiri terpojokkan dalam kebasahan...
Rengek tangis bocah tiga tahun mencari ibundanya, mewarnai awal perjumpaan.
Kau berdiri diujung jalan seorang diri sekilas tampak wajah penantian...

Gadis manis, siapakah yang kau nanti? Siapakah yang kau rindukan? Sesaat kupandangi kau dari meja kafe tempatku meluangkan waktu rehatku.

Tanpa pergerakan kau tetap kokoh menanti.. Diantara rinai hujan yang tak kunjung henti..
Kuhampiri kau dalam guyuran hujan tuk bertanya pasti...
Untuk siapakah kau berdiri, untuk siapakah kau kokoh menanti diantara rinai hujan yang tak kunjung henti...

Nona, siapakah yang kau nanti?
Mengapa tak sebaiknya kau berteduh? Karena rinai hujan tak kunjung henti...

Aku tak menunggu siapapun..
Aku tak menanti apapun..
Aku hanya mengenang..
Aku hanya terngiang..
Teringat sosok kekasih yang mati..
Tepat diujung jalan ini..
Tepat disaat ini..
Ia lepaskan nafas penghabisan..
Ia lepaskan ikatan antara aku dan dia yang tertahan..
Tepat diantara rinai hujan..
Tiba saatnya perpisahan...



06 Desember 2010 jam 12:16

Ketika Kata Terpasung

Aku melihat tatap mata itu...
Sinar yang redup ungu dan begitu lugu...
Wajahnya pilu...
Berkatapun tak mampu...
Hanya terbungkam dalam bisu...

Kucoba pahami arti tatapan mata itu...
Ungkapan isi hati yang kaku...
Terpojok dalam dera ketakutan masa lalu...

Kunyalakan nyali tuk mencari tahu...
'Adik kecil, ada apa gerangan dirimu?'
Bibirmu terkatup bisu...
Tubuhmupun tergetar dalam ragu...
Menebar isyarat yang rancu..


Jiwaku menggebu ingin tahu...
Namun tak satu jawabanpun terpuaskan untukku...

'Maaf kak... Aku memang tercipta dalam dunia yang bisu...'
Aku berbahasa dengan tubuhku...
Aku berkata dengan gerakan tanganku...
Hanya dengan itulah aku berbahasa padamu...
Aku bisu karena kecelakaan malam itu...
Secarik kertas tertuliskan kata-kata itu...

Ya Tuhanku...
Aku tertunduk dalam haru...
Menyadari apa yang ada dihadapanku...

Adik kecil itu terkungkung...
Terdiam ketika kata terpasung...
Membagi dua dunia dalam bingung...

Aku bungkam tenggelam terdiam...
Bertanya pada Sang Pencipta Alam...
Betapa kejam wahai Kau Sang Empunya Alam...
Menghujam hukum manusia dalam diam...
Mencipta dunia yang kelam dalam bungkam...
Oh Tuhan betapa kejam dan menghujam...
Lidah tajam tak kuasa dalam rajam dunia diam...



03 Desember 2010 jam 0:50

Dalam Diam

Dalam diam, kutuliskan sebuah kisah...
Tentang anganku dalam berserah...

Kau duduk tak jauh dari hadapanku...
Terpisah meja kayu yang tak selesai terpaku...

Dalam diam, kubersitkan sebuah tanya...
Mengapa semua peristiwa terjadi begitu saja...
Antara kau dan aku terpisah begitu saja...

Kau kunci rapat pergerakan ragamu seperti patung...
Aku pun terdiam terpasung...
Seakan lima inderaku terbendung dalam penafsiran hati tak berujung...

Kau tak bersuara...
Dan aku pun tak mampu berkata...
Hanya terdiam seribu bahasa...

Dalam diam, hatiku biru...
Bergejolak dan bergemuruh tak menentu...
Hanya dapat memandangmu bertopang dagu dalam bisu...

Dalam diam, kupandangi wajahmu...
Menatap dalam dengan penuh rindu...
Karena bukan kebisuanmu yang kumau!
Tetapi canda tawa bahagiamu...

Dalam diam, aku menangis...
Terasa hati hancur lebur dan terkikis...

Aku merana!
Terjerat rasa yang begitu nelangsa...
Namun kau tetap saja diam tak bergeming...
Merajutkan segumpal titik ragu...
Apakah benar ada cinta lain yang menunggumu?



07 Desember 2010 jam 16:22

Luka yang Terindah

Aku tak marah padamu, meski pedang kau tancapkan di jantungku..
Aku tak mengelak sejengkalpun, meski kau rajam sekujur tubuhku...
Aku memaafkan engkau, meski kau lukai jiwa ini...

Karena aku percaya..
Luka ini tanda aku belajar mencintai,
Luka ini tanda aku belajar mengasihi,
Dan luka ini tanda aku belajar mengerti...

Dalam hati aku memahami, sebuah pelajaran...
Dalam hati aku mengerti, arti pembelajaran...

Luka yang Terindah ini takkan kuobati..
Luka yang Terindah ini takkan kujauhi...
Krna luka ini aku mengerti dan krna luka ini aku pahami...
Hidup yang sejati perlu pengorbanan diri...



23 November 2010 jam 17:38

Sajak Sang Pembawa Luka

Teriris pedis jiwa ini menangis...
Tertatih perih hati ini merintih...
Sakit jualah yang terasa...

Kau taburkan kabut kepedihan..
Kau sematkan embun kesedihan...
Luka jualah yang kurasa...

Engkau berkata dengan pongah..
Kau berteriak tanpa salah..
Bahwa akulah sang pembawa luka..
Bahwa akulah sang pembawa bencana...

Aku terdiam tanpa kata..
Aku terpuruk tak khusuk..

Benarkah aku sang pembawa luka itu?
Benarkah aku sang pembawa bencana itu?

Jika memang aku...
Biarkanlah luka itu untukku..
Biarkanlah bencana itu terjadi padaku...
Agar genaplah semua inginmu..
Agar genaplah semua tuduhanmu...
Bahwa akulah yang sang luka itu...
Hingga terwujudlah semua kutukanmu...
Tentang sajakku Sang Pembawa Luka...



21 November 2010 jam 21:55

Lentera Kematian

Jiwamu telah membujur kaku...
Hatimu sedingin salju..
Dingin..
Dan biru..

Engkau telah nyalakan api perang!
Bukan kegelapan yang Kau lawan..
Bukan juga petang...

Kau panggul lentera itu dengan garang!
Bersorak-sorai acungkan pedang!
Seakan kengerian telah datang menjelang...

Tanpa peduli kau robohkan prasasti..
Tanpa peduli kau hancur leburkan bukit ikrar janji...
Hingga kini tersisa pusara hati...
Terbujur kaku disamping lentera kematian yang menerangi...

Jujur aku teriakan!
Aku tak menolak lentera kematianku!
Yang datang dengan begitu merayu..
Mengajakku terhanyut dalam cumbu rayu...
Meski akhirnya racunmu meransum kebinasaanku...

Jujur aku katakan!
Jiwa lemahku bahkan merindukannya..
Lentera kematian menjelang dengan takdir seirama...
Duduk bersimpuh menertawai tiap detik ajalku..
Menghabisi tiap waktu detik nafasku...

Lihatlah!
Tanpa ampun kau lingkarkan api..
Tanpa ampun kau rajami aku siksa tiada tara...
Kau tak menyesal...
Bahkan engkau setia rajutkan lentera kematianku...

Oh sang lentera..
Lentera kematianku..
Sampai di ujung jalan inilah takdirku...
Lenyapkanlah asaku selaras dan satu rupa sang abu...
Agar semua tahu...
Telah tiba dan menjelang waktuku..
Dalam penghujung takdir hidupku..



21 November 2010 jam 16:00

Pernah Mencintai

Teruntuk bagi mereka yang pernah mencintai:

Dulu pelukanku adalah milikmu...
Dengan sepenuh hati aku mengasihimu...
Dengan segenap jiwa aku menyayangimu

Untaian hati yang kukenal dahulu, kini telah berlalu...
Pergi meninggalkan aku satu demi satu...
Meleleh pergi bagaikan leburan salju...

Dan kata-kata indahmu,
Tak lagi menjadi milikku...
Meski dahulu aku pernah mencintai dirimu..
Dengan setulus hati..
Dengan segenap jiwa..


21 November 2010 jam 11:21

Nyanyian Si Burung Mungil

Si Burung Mungil berkata:
Dalam permainan musik sang alam akulah penyanyinya...
Penyanyi yang selalu dianggap sebagai duta kebahagiaan..
Bait kata suasana kunyanyikan..
Aku terlihat ceria setiap waktu..
Aku nampak gembira setiap saat..
Hanya itu yang terdengar dan terlihat..

Tak pernah mereka tau arti nyanyianku...
Tak pernah mereka pahami maksud nyanyianku...
Aku bernyanyi dalam sedih, tetapi mereka malah tertawa...
Aku bernyanyi dengan ceria, mereka tetap saja tertawa...

Andai saja mereka tau apa yang aku dendangkan dalam sedih, pastilah mereka turut perih...
Andai saja mereka paham apa yg aku rasakan dalam perih, tentu saja mereka akan membatu dalam bisu...

Itulah aku si Burung mungil..
Dalam sedih aku bernyanyi..
Dalam bahagiapun aku bernyanyi...
Tanpa beban hati..
Tanpa kerisauan hati..
Akan tetap bernyanyi dalam sunyi..
Akan tetap berdendang dengan riang
Hingga tak terasa tiba waktu ajalku nanti..


21 November 2010 jam 11:08

Bunga Perhatian

Kulabuhkan Sebentuk hati..
Tuk buktikan rasa cinta ini..
Yang terukir tulus dalam bingkai nurani..

Aku bukan sang sempurna..
Yang hadir berikanmu warna bahagia..
Aku bukanlah jiwa terkaya...
Yang dapat santunimu dalam ceria...

Hanya dengan sekuntum bunga perhatian aku berikan...
Sebagai lambang perdamaian...
Antara kau dan aku dalam bingkai zaman...


20 November 2010 jam 0:28

Senyum yang Tertunda

Kulabuhkan kata indah ke telingamu, namun ragamu tak bergeming...
Kucoba tuliskan kebahagiaan, tapi jiwamu tetap saja hampa...

Kau diam tak bersuara, sengaja mengatupkan rongga bicara...
Sunggingmu kau bunuh, musnahkan riak canda...

Aku beku dalam duniaku, aku terpaku canda yang bisu...

Senyummu membatu...
Bersitkan sesuatu yang tertunda...
Sesuatu yang kan buatku bahagia..

Luapkanlah..
Limpahkanlah..
Dalam senyum yang tertunda, aku kan setia...
Mendamba cinta yang tak kau cinta...


18.11.2010 jam 21:20

Ruh Terakhir

Sinar Sang Khalik mengalir padaku...
Menjelma dalam ruhku..
Menyatu dan selalu membimbingku..
Ke arah nirwana yang tak pernah ada sendu..

Aku manusia..
Tercipta dari keinginanNya..
Kembalipun dalam izinNya..

Aku lemah di hadapanNya..
Aku kecil di hadiratNya..
Masih layakkah aku hidup dari padaNya?
Masih pantaskah aku mengabdi padaNya?

Ruh terakhirku yang mulia..
Tuntunlah aku kembali padaNya..


18.10.2010